Upaya Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Materi “Potensi Sumber Daya Alam” Melalui Model Jigsaw Bagi Siswa Kelas IX E SMP N 1 Salaman Tahun Pelajaran 2016/2017


Created At : 2017-12-29 00:00:00 Oleh : Nurhesti Berita Terkini Dibaca : 1064

PENDAHULUAN

Pelaksanaan pembelajaran di Indonesia saat ini sudah menuju pembelajaran komprehensif seperti yang diamanatkan dalam Kurikulum 2013 yaitu mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran juga sudah diarahkan untuk menggunakan 5M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Ternyata dalam pelaksanaannya, metode 5M masih diterapkan secara kaku dan siswa masih cenderung sekedar mengikuti pelajaran sehingga tidak terlihat aktivitasnya yang berarti.

Kurikulum 2013 sudah berorientasi pembelajaran berpusat kepada siswa dan bukan berpusat kepada guru. Disebutkan pula dalam Lampiran Permendikbud nomor 65 Tahun 2013 bahwa Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-tang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Berdasarkan hasil pengamatan di kelas IXE SMP Negeri 1 Salaman diperoleh data aktivitas belajar siswa yang rendah. Dari 27 siswa, jumlah siswa yang termasuk pada kategori aktivitas belajar tinggi dan sangat tinggi hanya terdapat 7 siswa, sedangkan 20 siswa sisanya merupakan kategori aktivitas belajar sedang dan rendah. Berdasarkan pengamatan masih terlihat rendahnya aktivitas belajar pada kegiatan mendengarkan, membaca, bertanya, menjawab, dan menulis. Misalnya masih banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru, enggan mencari informasi dengan membaca, dan hanya 2-3 anak yang mau bertanya atau menjawab pertanyaan guru.

Dari hasil wawancara dengan observer dapat ditemukan bahwa siswa kurang dapat menyerap materi disebabkan karena guru terlalu cepat dalam menerangkan. Selain itu, metode 5 M yang digunakan juga terlalu kaku sehingga membuat siswa cepat bosan. Peran guru dalam proses pembelajaran dinilai observer masih terlalu mendominasi dan terkadang penjelasan terlalu melebar. Hal ini dapat mengurangi partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran

Ditinjau dari hasil belajar pada materi “Potensi Lokasi dan Upaya Pemanfaatannya” juga masih rendah, baik dari kompetensi pengetahuan maupun kompetensi sikap. Pada kompetensi pengetahuan, dari 27 siswa hanya 16 siswa yang mencapai nilai sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 80 ke atas. Jika diprosentasekan baru terdapat 59,26% siswa yang tuntas secara klasikal sedangkan kriteria yang diharapkan adalah 80% siswa atau 22 siswa. Nilai rata-rata pengetahuan baru mencapai 77,22. Demikian juga pada kompetensi keterampilan juga masih rendah yaitu rata-rata 76,33 dengan jumlah siswa yang tuntas KKM sebanyak 18 siswa atau 66,67%.

Peneliti menduga penerapan model jigsaw dalam proses pembelajaran IPS dapat memotivasi siswa untuk aktif melalui kegiatan kooperatif.  Dengan Jigsaw, diharapkan guru dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam setiap peristiwa belajar, sehingga tercapai suasana kelas yang menyenangkan untuk belajar. Suasana belajar yang menyenangkan dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa. Dengan demikian, dianggap perlu untuk melakukan upaya penelitian dan pengkajian untuk dapat mengatasi kurangnya aktivitas dan hasil belajar IPS di kelas IX E SMP N 1 Salaman pada materi berikutnya yaitu sub tema “Potensi Sumber Daya Alam”.

 

LANDASAN TEORITIS

Hakikat IPS

Menurut pernyataan dari National Council for Social Studies (2008: 1) yang diterjemahkan secara bebas, IPS didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk meningkatkan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program sekolah, studi sosial merupakan program pembelajaran yang terkoordinir, sistematis yang dibangun atas dasar ilmu-ilmu: antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, sesuai dengan isi dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.

Sapriya (2011: 7) mengatakan bahwa IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang terintegrasi dari mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan Somantri (2001: 44) mendefinisikan IPS sebagai “suatu penyerderhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan  dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan sosial adalah bagian dari ilmu-ilmu sosial yang materinya disederhanakan dan disesuaikan dengan bidang pengajaran. Ilmu sosial berisi pengetahuan, konsep, teori, serta nilai-nilai  untuk membekali siswa sebagai warga negara agar mempunyai keterampilan dalam mengatasi masalah-masalah sosial di masyarakat.

Hakikat Belajar

Definisi belajar yang terkenal dan mudah dipahami dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu “a natural process that leads to change in what we know, what we can do, and how we behave”. Belajar dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, belajar oleh Wilis (2006: 2) didefinisikan sebagai ”suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Hal senada disampaikan oleh Sardiman bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku  dan terjadi karena hasil pengalaman (Sardiman, 2011: 23).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah adanya perubahan yang terjadi dalam diri siswa baik berupa fisik maupun mental setelah melakukan serangkaian aktivitas pembelajaran. Belajar adalah proses pengembangan pengetahuan, nilai-nilai, serta keterampilan sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk itu, belajar membutuhkan suatu kondisi yang memberikan pengalaman bagi siswa agar terjadi perubahan dalam pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang.

Aktivitas Belajar

Sardiman (2011: 95) mengatakan bahwa  “tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan tentang merancang metode atau strategi pembelajaran yang lebih efektif, efisien, menarik dan  bermakna”. Lebih lanjut Sardiman (2011: 100) menegaskan agar dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif  secara  fisik, intelektual, dan emosional selanjutnya dijelaskan bahwa  aktivitas di sini baik bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu saling terkait sehingga akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal. Jadi, dapat diartikan bahwa aktivitas dalam belajar adalah segala macam kegiatan siswa yang melibatkan diri siswa baik secara fisik, mental, maupun sikap untuk mendapatkan sebuah pengalaman belajar.

Jenis-jenis aktivitas belajar

Menurut Diedrich (dalam Sardiman, 2011: 101) ada 177 aktivitas dalam belajar yang secara garis besarnya dapat digolongkan sebagai berikut:

1)  Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.

2)  Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.

3)  Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato.

4)  Writing activitie, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.

5)  Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.

6)  Motor acivities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.

7)  Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

8)  Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

 Sedangkan dalam penelitian ini, hanya mengambil 5 jenis aktivitas yang digunakan sebagai indikator penelitian aktivitas. Ke-5 jenis tersebut adalah mendengarkan, membaca, bertanya, menjawab, dan menulis.

Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Sedangkan Nana Sudjana (2008: 3) mengatakan bahwa “penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu”. Sesuai pendapat Bloom (1979: 7), hasil belajar yang komprehensif harus mencerminkan penilaian yang menyentuh pada ranah kognitif, afektif, serta psikomotor siswa.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur hasil belajar, penulis menggunakan acuan penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 yang tertuang dalam Buku Guru Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX dan Buku 1 Panduan Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Ilmu Pengetahuan Sosial. Selain itu juga penulis mendasarkan penilaian menggunakan Permendikbud No. 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Model Pembelajaran Jigsaw

Model Jigsaw merupakan salah satu model dalam pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling bekerjasama dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Model ini  pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin di Universitas John Hopkins (Arends dalam Priansa, 2015: 262). Metode jigsaw Aronson kemudian dikembangkan oleh Slavin dan dikenal dengan metode jigsaw II pada tahun 1989 (Miftahul Huda, 2012: 118). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Jigsaw II.

Teknis pelaksanaan metode jigsaw II sama dengan metode jigsaw Aronson dengan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Perbedaan dalam metode jigsaw II adalah setiap kelompok berkompetisi untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu masing-masing kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan jika masing-masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa saat ditugaskan mengerjakan kuis.

Mengacu metode jigsaw II (Slavin, 2011: 241) jika dirumuskan dalam sintak, maka penelitian ini terdiri dari 5 sintak yaitu:

a)       Membaca; Teks atau gambar dicermati 15-30 menit (atau sebagai tugas rumah).

b)       Diskusi kelompok ahli; siswa yang memiliki topik sama  bergabung dengan siswa dari kelompok lain membentuk kelompok ahli. Kemudian melakukan diskusi, pengamatan, dan mengambil kesimpulan.

c)       Laporan Tim; setelah diskusi kelompok ahli, siswa kembali kedalam  kelompok asal dan melaporkan informasi penting hasil diskusi kelompok ahli. Setiap siswa bertanggungjawab kepada temannya untuk mengajarkan materi yang dikuasainya atau menjadi tutor sebaya bagi temannya sebaik mungkin, sehingga teman-temannya menguasai materi tersebut.

d)       Kuis/Tes; kuis/tes dilaksanakan setelah semua siswa selesai mempelajari materi. Siswa mengerjakan secara individu pada semua topik.

e)       Pemberian penghargaan kelompok; Penghargaan berupa hadiah atau pujian untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran selanjutnya. Diberikan setelah pelaksanaan kuis atau tes sehingga memberi kesan pada siswa ada hubungan antara pekerjaan yang bagus dengan penghargaan.

Media Pembelajaran

Media pembelajaran menurut Rossi dan Breidle (Sanjaya, 2012: 204), adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Sedangkan menurut Arief  S. Sadiman, et al (2011: 7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga media tersebut dapat merangsang pikiran, perhatian dan minat siswa terhadap pelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk memudahkan penyampaian pesan dari guru kepada siswa agar tercapai tujuan pembelajaran.

Dari berbagai macam media yang dapat digunakan, dalam penelitian ini menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS) pada siklus I dan pada siklus II ditambah lagi dengan media video pembelajaran.

Kerangka Berpikir

Gambar 1

Bagan hubungan antara model Jigsaw dengan aktivitas dan hasil belajar

 

Dari kondisi awal tersebut, peneliti menganalisis perlunya sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar sekaligus hasil belajarnya. Di antara berbagai macam model pembelajaran, peneliti menduga bahwa model pembelajaran Jigsaw dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.

Pelaksanaan proses pembelajaran dengan model Jigsaw ditunjang dengan penggunaan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa dimaksudkan agar siswa dapat lebih terarah dalam beraktivitas dan mempercepat proses pembelajaran. Selain itu, juga digunakan video pembelajaran pada siklus II.  Setelah tindakan dilakukan yaitu dengan penerapan model Jigsaw dalam pembelajaran IPS, diharapkan dapat terjadi peningkatan aktivitas maupun hasil belajar siswa.

METODOLOGI PENELITIAN

Setting

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada semester 1 (satu) tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian berlangsung selama kurang lebih empat bulan yaitu pada Juli sampai dengan Oktober 2016. Subyek penelitian adalah kelas IX E sebagai kelas tindakan yang dipilih berdasarkan pengamatan, wawancara, maupun studi dokumen. Jumlah siswa 27 siswa. Kelas tersebut bukan merupakan kelas unggulan jika dibandingkan dengan kelas lainnya. Meskipun demikian, perimbangan siswa di kelas tersebut cukup berimbang, baik berdasarkan jenis kelamin, tingkat kecerdasan yang hampir merata, maupun  ditinjau dari latar belakang keluarga yang beragam.

Sumber Data

Sumber data diambil dari data pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu peneliti melakukan wawancara dengan kolaborator. Data hasil belajar diambil dari studi dokumen dan hasil tes.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam  penelitian ini meliputi  pengamatan, wawancara, studi dokumen, dan tes. Uraian singkatnya adalah sebagai berikut.

Untuk memperoleh data aktivitas belajar digunakan teknik observasi atau pengamatan dengan alat pengumpulan data berupa lembar observasi. Pelaksanaan observasi dibantu oleh rekan sejawat sebagai kolaborator yang melakukan pengamatan  selama proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung.

Setelah akhir pembelajaran, peneliti melakukan wawancara dan diskusi dengan kolaborator berkaitan dengan pengamatan terhadap siswa maupun terhadap guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data yang dikumpulkan akan digunakan sebagai refleksi terhadap proses pembelajaran.

Data hasil belajar diambil dengan teknik tes tertulis yang berupa hasil postes. Alat pengumpul data berupa butir soal yang mengacu pada kompetensi dasar dan  indikator pembelajaran yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .

Validitas Data

Untuk mendapatkan data yang valid yang dapat diolah dan digunakan sebagai dasar analisis, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi dilakukan dengan cara memeriksa atau mengecek silang informasi hasil pengamatan atau observasi peneliti dan pengamat, hasil wawancara, dan hasil studi dokumen pada setiap siklus.

Ada dua macam teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: triangulasi data dan triangulasi pengamat. Triangulasi data diperoleh dari penggunaan berbagai data yaitu data observasi, wawancara, studi dokumen, dan hasil tes. Sedangkan triangulasi pengamat yaitu dengan melibatkan rekan sejawat sebagai kolaborator yang bertugas melakukan observasi/pengamatan. Triangulasi dalam pengumpulan data dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi, ketuntasan dan kevalidan data, sehingga diperoleh data yang konsisten, tuntas dan pasti.

 

Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka data dianalisis menggunakan dua teknik, yaitu:

1.      Teknik Kuantitatif

Teknik kuantitatif digunakan untuk memperoleh data hasil pengamatan maupun data hasil tes.

2.      Teknik Kualitatif

Adapun prosedur analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Hopkins, 2011: 237) adalah sebagai berikut:            a) Reduksi data, merujuk pada proses menyeleksi, memfokuskan data mentah yang muncul dalam catatan lapangan.        b) Tampilan data, menghimpun informasi secara terorganisir yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan dan melaksanakan tindakan. c) Penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Indikator Kinerja

Terdapat dua indikator kinerja, yaitu:

1.      Kriteria aktivitas belajar

Tindakan akan dihentikan apabila rata-rata nilai aktivitas yang diperoleh sudah mencapai kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu lebih dari 65.

2.      Kriteria hasil belajar

Tindakan akan dihentikan apabila:

a)      Ketuntasan belajar individu mencapai daya serap 80

b)      Ketuntasan belajar kelas mencapai 80% siswa telah mencapai ketuntasan individu

c)      Penelitian akan dihentikan apabila ≥ 80% siswa dalam kelas tersebut telah mencapai nilai ≥ 80

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Deskripsi Kondisi Awal

Untuk mengetahui kondisi awal sebelum tindakan, perlu diadakan pengamatan atau observasi terhadap kelas yang akan diberi tindakan. Observasi terhadap kelas IX E dilakukan dengan mengamati secara langsung jalannya proses pembelajaran. Materi yang disampaikan adalah sub tema “Potensi Sumber Daya Manusia”.  Pembelajaran dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik, dengan sintaks terdiri atas lima langkah yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pengamatan berlangsungnya proses pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terdapat pada kelas IX E sehingga perlu diberi tindakan.

Pelaksanaan tindakan

Tindakan dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I belum memenuhi semua indikator kinerja yang ditetapkan sehingga dilanjutkan dalam siklus II.  Tahapan tindakan terdiri atas perencanaan, tindakan/pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan meliputi penyusunan RPP, lembar observasi aktivitas, lembar penilaian keterampilan, lembar penilaian pengetahuan, lembar kerja siswa (LKS), kisi-kisi soal dan butir soal tes.

Dalam tahap tindakan/pelaksanaan, sintak atau langkah-langkah tindakan mengacu kepada model pembelajaran yang digunakan yaitu jigsaw. Ada lima sintak, yaitu: 1) membaca (dalam tim asal) 2) diskusi (dalam tim ahli), 3) laporan tim ahli kepada tim asal, 4) kuis/tes 5) penghargaan.

Tahap observasi yang dilakukan adalah terhadap aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa ini sekaligus merupakan pengambilan penilaian keterampilan siswa sebagai salah satu hasil belajar. Selain itu juga diamati pengelolaan kelas oleh guru dalam melaksanakan tindakan.

Tahap refleksi dilakukan di akhir siklus. Refleksi didasarkan kepada hasil observasi baik observasi aktivitas siswa maupun observasi pelaksanaan model pembelajaran jigsaw. Selain itu juga ditinjau dari hasil belajar berupa post test dari post test 1 maupun post test 2 kemudian dirata-rata. Sebagai penunjang maka dilakukan wawancara atau diskusi yang dilakukan dengan guru kolaborator untuk mendengar masukan maupun saran agar pembelajaran menjadi lebih baik.

Pelaksanaan tindakan siklus I pada pertemuan ke-1 kurang begitu lancar, namun pada pertemuan ke-2 berjalan cukup lancar. Hasil observasi siklus I menunjukkan adanya kekurangan dalam pengelolaan waktu perpindahan dari kelompok asal menjadi kelompok ahli dan sebaliknya. Namun hal ini dapat diantisipasi pada pertemuan ke-2. Pada siklus II pelaksanaan model  jigsaw ini sudah lancar dan dapat berlangsung lebih cepat. Dengan demikian suasana pembelajaran terasa lebih ringan dan terfokus pada tujuan pembelajaran. Hasil observasi siklus II pada pertemuan ke-1 maupun pertemuan ke-2 secara keseluruhan urutan kegiatan sudah dilaksanakan dengan lancar. Masih terdapat sedikit kekurangan dalam pengelolaan waktu namun tidak begitu mengganggu.

Hasil refleksi siklus I berdasarkan hasil observasi baik observasi aktivitas siswa maupun observasi pelaksanaan model pembelajaran jigsaw menunjukkan masih perlunya peningkatan. Selain itu juga ditinjau dari hasil belajar berupa post test dari post test 1 maupun post test 2 kemudian dirata-rata belum memenuhi indikator kinerja. Setelah wawancara atau diskusi dengan kolaborator maka dapat diambil kesimpulan bahwa siklus perlu dilanjutkan. Pada siklus II hasil pengamatan terhadap aktivitas dan hasil belajar baik pengetahuan maupun keterampilan sudah dapat memenuhi indikator kinerja, maka siklus berhenti pada siklus II.

Refleksi yang ditemukan antara lain: 1) pengelolaan waktu agar efektif ketika perpindahan kelompok; 2) Siswa harus bisa saling membantu dengan teman dalam memahami materi; 3) pada saat sintak diskusi tim ahli hendaknya guru dapat berperan dalam memberikan konfirmasi kepada siswa 4) pada saat laporan tim dapat dilaksanakan  secara bergiliran tiap kelompok sehingga kelas dapat langsung mendapat konfirmasi; 5) terdapat peningkatan aktivitas; 6) terdapat peningkatan hasil belajar; 7) penggunaan media LKS pada siklus I dan  ditambah video pembelajaran pada siklus II berpengaruh positif terhadap  hasil belajar.

Data penelitian dan pembahasan

a.      Aktivitas belajar

Tabel 1

Perbandingan Nilai Aktivitas Belajar

No

Uraian

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

1

Rata-rata nilai aktivitas

63,89

69,81

81,11

2

Jumlah siswa kategori >= Tinggi

11

14

25

3

Persentase kategori >= Tinggi

40,74%

51,85%

92,59%

 

Berdasarkan Tabel 1, terdapat peningkatan rata-rata nilai aktivitas belajar siswa dari pra siklus ke siklus I yaitu dari 63,89 naik menjadi 69,81 atau naik sebesar 21,43%. Peningkatan rata-rata aktivitas belajar dari siklus I ke siklus II menjadi 81,11 atau naik sebesar 78,57%.  Jumlah siswa yang nilai aktivitas belajarnya dengan kategori tinggi dan sangat tinggi juga mengalami peningkatan dari  11, menjadi 14, dan menjadi  25 siswa. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan juga dari pra siklus 40,74%, meningkat menjadi 51,85% pada siklus I, dan menjadi 92,59% pada siklus II.

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar pada siklus I adalah  69,81 yang berarti sudah mencapai indikator kinerja yang diharapkan yaitu rata-rata aktivitas belajar siswa mencapai kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu >= 65. Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa semakin meningkat menjadi 81,11 yang berarti juga telah memenuhi indikator kinerja. Dengan demikian, tindakan dapat dihentikan pada siklus II ini.

Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan model jigsaw dapat ditujukan untuk memungkinkan terjadinya peningkatan terhadap aktivitas belajar siswa. Hal ini juga terlihat pada proses pembelajaran bahwa setiap siswa dituntut aktif karena aktivitas setiap anggota kelompok berpengaruh kepada anggota lainnya.

 

b.      Hasil belajar

1.      Hasil belajar pengetahuan

Berdasarkan Tabel 2,  terdapat peningkatan rata-rata nilai ulangan harian dari pra siklus ke siklus I yaitu dari 77,22 naik menjadi 80,92 atau naik sebesar 4,79% dan dari siklus I ke siklus II menjadi 84,81 atau naik sebesar 4,80%.  Jumlah siswa yang nilai hasil belajarnya mencapai ketuntasan belajar (80) juga mengalami peningkatan dari  16 pada pra siklus, menjadi 19 pada siklus I, dan menjadi  23 siswa pada siklus II. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan juga dari pra siklus 59,26%, meningkat menjadi 70,37% pada siklus I, dan meningkat menjadi 81,48% pada siklus II.

Tabel 2

Perbandingan Hasil Belajar Pengetahuan

No

Uraian

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

1

Rata-rata nilai ulangan harian

77,22

80,92

84,81

2

Jumlah siswa tuntas belajar

16

19

23

3

Persentase tuntas klasikal

59,26

70,73%

85,18%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada siklus I hasil belajar siswa belum dapat memenuhi indikator kinerja yang diharapkan yaitu 85% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dan pada siklus II sudah mencapai 85,18% siswa yang mencapai ketuntasan belajar sehingga dapat dinyatakan bahwa siklus dapat dihentikan karena sudah mencapai indikator kinerja.

 

2.      Hasil belajar keterampilan

Berdasarkan Tabel 3,  terdapat peningkatan rata-rata nilai keterampilan dari pra siklus ke siklus I yaitu dari 63,89 naik menjadi 69,81 atau naik sebesar 9,27% dan naik dari siklus I ke siklus II menjadi 81,11 atau naik sebesar 16,19%.  Jumlah siswa yang nilai hasil belajar pengetahuannya mencapai ketuntasan belajar (80) juga mengalami peningkatan dari  6 pada pra siklus, menjadi 12 pada siklus I, dan menjadi  23 siswa pada siklus II. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan juga dari pra siklus 22,22%, meningkat menjadi 44,44% pada siklus I, dan meningkat menjadi 85,19% pada siklus II.

 

Tabel 3

Perbandingan  Hasil Belajar Keterampilan

No

Uraian

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

1

Rata-rata nilai keterampilan

63,89

69,81

81,11

2

Jumlah siswa tuntas belajar

6

12

23

3

Persentase tuntas klasikal

22,22

44,44

85,19

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan data hasil penelitian tersebut kita dapat menemukan bahwa terjadi peningkatan secara bertahap pada hasil belajar keterampilan siswa kelas IXE materi “Potensi sumber daya alam Indonesia” dengan penerapan model jigsaw. Peningkatan terjadi dapat dimungkinkan karena model ini tepat untuk materi tersebut dan sesuai untuk digunakan dalam penilaian keterampilan. Lebih jauh lagi, peneliti menduga bahwa penguasaan guru dalam menerapkan model jigsaw ini akan lebih kuat dalam meningkatkan hasil belajar siswa baik dari kompetensi pengetahuan maupun kompetensi keterampilan.

 

PENUTUP

Simpulan:

1)      Penerapan model Jigsaw dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dari rata-rata 63,89 menjadi 69,81 dan 81,11.

2)      Penerapan model Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa

a)      hasil belajar pengetahuan siswa dari ketuntasan klasikal 59,26% menjadi 70,37% dan meningkat lagi menjadi 85,19%

b)      hasil belajar keterampilan siswa dari ketuntasan klasikal 22,22% menjadi 44,44% dan meningkat lagi menjadi 85,19%

Saran :

1)      Siswa hendaknya lebih memperhatikan bagaimana saling membantu teman sekelompoknya untuk menguasai materi sehingga terbentuk pula kerjasama

2)      Diskusi tim ahli adalah sintak yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of education objectives:The classification of education goals. London: Longman Group LTD.

Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori-teori belajar & pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Gagne, R.M (2005). Principles of instructional design. second edition, New York: Hott, Rinenart and Winston

Hopkins, David. (2011). Panduan guru penelitian tindakan kelas edisi ke-4. (Terjemahan Achmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Buku asli diterbitkan tahun 2008).

Huda, Miftahul. (2012). Cooperative learning: metode, teknik, struktur dan model penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemendikbud, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses.

Kemmis, Stephen & McTaggrat, Robin. (1990). The action research planner. Victoria: Deakin University Press.

NCSS. (TT). National Curriculum Standards for Social Studies: Introduction. Diambil pada tanggal 28 November 2012 dari http://www.socialstudies.org/standards/ introduction.

Sadiman, Arief S. et al. (2011). Media pembelajaran: Pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. (2012). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada MediaCipta.

Sapriya. (2011). Pendidikan IPS konsep dan pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sardiman, AM. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.

Slavin, Robert E. (2011). Cooperative  Learning: Teori, riset dan praktik. (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media. (Buku asli diterbitkan tahun 2005).

Somantri, Nu’man. (2001). Menggagas pembelajaran pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana. (2009). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Suprijono, Agus (2009). Cooperative learning: Teori dan aplikasi paikem. Yogyakarta:Pustaka pelajar.

 

 

GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara