PENDAHULUAN
Pelaksanaan
pembelajaran di Indonesia saat ini sudah menuju pembelajaran komprehensif
seperti yang diamanatkan dalam Kurikulum 2013 yaitu mencakup ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran juga sudah diarahkan untuk
menggunakan 5M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan. Ternyata dalam pelaksanaannya, metode 5M masih diterapkan
secara kaku dan siswa masih cenderung sekedar mengikuti pelajaran sehingga
tidak terlihat aktivitasnya yang berarti.
Kurikulum
2013 sudah berorientasi pembelajaran berpusat kepada siswa dan bukan berpusat
kepada guru. Disebutkan pula dalam Lampiran Permendikbud nomor 65 Tahun 2013
bahwa Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-tang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Berdasarkan
hasil pengamatan di kelas IXE SMP Negeri 1 Salaman diperoleh data aktivitas
belajar siswa yang rendah. Dari 27 siswa, jumlah siswa yang termasuk pada
kategori aktivitas belajar tinggi dan sangat tinggi hanya terdapat 7 siswa,
sedangkan 20 siswa sisanya merupakan kategori aktivitas belajar sedang dan
rendah. Berdasarkan pengamatan masih terlihat rendahnya aktivitas belajar pada
kegiatan mendengarkan, membaca, bertanya, menjawab, dan menulis. Misalnya masih
banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru, enggan mencari
informasi dengan membaca, dan hanya 2-3 anak yang mau bertanya atau menjawab
pertanyaan guru.
Dari
hasil wawancara dengan observer dapat ditemukan bahwa siswa kurang dapat
menyerap materi disebabkan karena guru terlalu cepat dalam menerangkan. Selain
itu, metode 5 M yang digunakan juga terlalu kaku sehingga membuat siswa cepat
bosan. Peran guru dalam proses pembelajaran dinilai observer masih terlalu
mendominasi dan terkadang penjelasan terlalu melebar. Hal ini dapat mengurangi
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran
Ditinjau
dari hasil belajar pada materi “Potensi Lokasi dan Upaya Pemanfaatannya” juga
masih rendah, baik dari kompetensi pengetahuan maupun kompetensi sikap. Pada
kompetensi pengetahuan, dari 27 siswa hanya 16 siswa yang mencapai nilai sesuai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 80 ke atas. Jika diprosentasekan baru
terdapat 59,26% siswa yang tuntas secara klasikal sedangkan kriteria yang
diharapkan adalah 80% siswa atau 22 siswa. Nilai rata-rata pengetahuan baru
mencapai 77,22. Demikian juga pada kompetensi keterampilan juga masih rendah
yaitu rata-rata 76,33 dengan jumlah siswa yang tuntas KKM sebanyak 18 siswa
atau 66,67%.
Peneliti
menduga penerapan model jigsaw dalam
proses pembelajaran IPS dapat memotivasi siswa untuk aktif melalui kegiatan
kooperatif. Dengan Jigsaw, diharapkan guru dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif
dalam setiap peristiwa belajar, sehingga tercapai suasana kelas yang
menyenangkan untuk belajar. Suasana belajar yang menyenangkan dapat memotivasi
siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa. Dengan demikian, dianggap
perlu untuk melakukan upaya penelitian dan pengkajian untuk dapat mengatasi
kurangnya aktivitas dan hasil belajar IPS di kelas IX E SMP N 1 Salaman pada materi
berikutnya yaitu sub tema “Potensi Sumber Daya Alam”.
LANDASAN TEORITIS
Hakikat IPS
Menurut
pernyataan dari National
Council for Social Studies
(2008: 1)
yang diterjemahkan secara bebas, IPS didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan
sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk
meningkatkan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program sekolah, studi sosial
merupakan program pembelajaran yang terkoordinir, sistematis yang dibangun atas
dasar ilmu-ilmu: antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum,
filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, sesuai dengan isi dari
humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.
Sapriya
(2011: 7) mengatakan bahwa IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang
diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang terintegrasi dari
mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan
Somantri (2001: 44) mendefinisikan IPS sebagai “suatu penyerderhanaan disiplin
ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang
diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”.
Dari
berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan sosial
adalah bagian dari ilmu-ilmu sosial yang materinya disederhanakan dan
disesuaikan dengan bidang pengajaran. Ilmu sosial berisi pengetahuan, konsep,
teori, serta nilai-nilai untuk membekali
siswa sebagai warga negara agar mempunyai keterampilan dalam mengatasi
masalah-masalah sosial di masyarakat.
Hakikat Belajar
Definisi
belajar yang terkenal dan mudah dipahami dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu “a natural process that leads to change in
what we know, what we can do, and how we behave”. Belajar dipandang sebagai
proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan
perilaku seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, belajar oleh Wilis (2006: 2)
didefinisikan sebagai ”suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman”. Hal senada disampaikan oleh Sardiman bahwa belajar
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
dan terjadi karena hasil pengalaman (Sardiman, 2011: 23).
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya
adalah adanya perubahan yang terjadi dalam diri siswa baik berupa fisik maupun
mental setelah melakukan serangkaian aktivitas pembelajaran. Belajar adalah
proses pengembangan pengetahuan, nilai-nilai, serta keterampilan sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk
itu, belajar membutuhkan suatu kondisi yang memberikan pengalaman bagi siswa
agar terjadi perubahan dalam pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang.
Aktivitas Belajar
Sardiman
(2011: 95) mengatakan bahwa “tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat
ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan tentang merancang metode atau strategi
pembelajaran yang lebih efektif, efisien, menarik dan bermakna”. Lebih lanjut Sardiman (2011: 100)
menegaskan agar dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif,
siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional selanjutnya
dijelaskan bahwa aktivitas di sini baik
bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu
saling terkait sehingga akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal. Jadi,
dapat diartikan bahwa aktivitas dalam belajar adalah segala macam kegiatan
siswa yang melibatkan diri siswa baik secara fisik, mental, maupun sikap untuk
mendapatkan sebuah pengalaman belajar.
Jenis-jenis aktivitas belajar
Menurut
Diedrich (dalam Sardiman, 2011: 101) ada 177 aktivitas dalam belajar yang
secara garis besarnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.
2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, dan pidato.
4) Writing activitie, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.
6) Motor acivities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.
7) Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
8) Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Sedangkan dalam penelitian ini, hanya
mengambil 5 jenis aktivitas yang digunakan sebagai indikator penelitian
aktivitas. Ke-5 jenis tersebut adalah mendengarkan, membaca, bertanya,
menjawab, dan menulis.
Hasil Belajar
Menurut
Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan.
Sedangkan Nana Sudjana (2008: 3) mengatakan bahwa “penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu”. Sesuai pendapat Bloom (1979: 7), hasil belajar yang
komprehensif harus mencerminkan penilaian yang menyentuh pada ranah kognitif,
afektif, serta psikomotor siswa.
Dalam
penelitian ini, untuk mengukur hasil belajar, penulis menggunakan acuan
penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 yang tertuang dalam Buku Guru
Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas IX dan Buku 1 Panduan Penilaian
Pencapaian Kompetensi Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Ilmu Pengetahuan
Sosial. Selain itu juga penulis mendasarkan penilaian menggunakan Permendikbud
No. 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah.
Model Pembelajaran Jigsaw
Model
Jigsaw merupakan salah satu model
dalam pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling bekerjasama
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Model
ini pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin di Universitas John Hopkins (Arends dalam Priansa, 2015: 262). Metode jigsaw Aronson kemudian dikembangkan
oleh Slavin dan dikenal dengan metode jigsaw
II pada tahun 1989 (Miftahul Huda, 2012: 118). Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode Jigsaw II.
Teknis
pelaksanaan metode jigsaw II sama dengan metode jigsaw Aronson dengan menggunakan
kelompok asal dan kelompok ahli. Perbedaan dalam metode jigsaw II adalah setiap kelompok berkompetisi untuk memperoleh
penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu
masing-masing kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan jika
masing-masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa saat ditugaskan
mengerjakan kuis.
Mengacu
metode jigsaw II (Slavin, 2011: 241)
jika dirumuskan dalam sintak, maka penelitian ini terdiri dari 5 sintak yaitu:
a) Membaca; Teks atau gambar
dicermati 15-30 menit (atau sebagai tugas rumah).
b) Diskusi kelompok ahli; siswa yang
memiliki topik sama bergabung dengan siswa
dari kelompok lain membentuk kelompok ahli. Kemudian melakukan diskusi,
pengamatan, dan mengambil kesimpulan.
c) Laporan Tim; setelah diskusi
kelompok ahli, siswa kembali kedalam
kelompok asal dan melaporkan informasi penting hasil diskusi kelompok
ahli. Setiap siswa bertanggungjawab kepada temannya untuk mengajarkan materi
yang dikuasainya atau menjadi tutor sebaya bagi temannya sebaik mungkin,
sehingga teman-temannya menguasai materi tersebut.
d) Kuis/Tes; kuis/tes dilaksanakan
setelah semua siswa selesai mempelajari materi. Siswa mengerjakan secara
individu pada semua topik.
e) Pemberian penghargaan kelompok;
Penghargaan berupa hadiah atau pujian untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran
selanjutnya. Diberikan setelah pelaksanaan kuis atau tes sehingga memberi kesan
pada siswa ada hubungan antara pekerjaan yang bagus dengan penghargaan.
Media Pembelajaran
Media
pembelajaran menurut Rossi dan Breidle (Sanjaya, 2012: 204), adalah seluruh
alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio,
televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Sedangkan menurut Arief S. Sadiman, et al (2011: 7) media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima. Sehingga media tersebut dapat merangsang pikiran, perhatian dan minat
siswa terhadap pelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media adalah sesuatu yang
dapat digunakan untuk memudahkan penyampaian pesan dari guru kepada siswa agar
tercapai tujuan pembelajaran.
Dari
berbagai macam media yang dapat digunakan, dalam penelitian ini menggunakan
media Lembar Kerja Siswa (LKS) pada siklus I dan pada siklus II ditambah lagi
dengan media video pembelajaran.
Kerangka Berpikir
Gambar 1
Bagan
hubungan antara model Jigsaw dengan
aktivitas dan hasil belajar
Dari
kondisi awal tersebut, peneliti menganalisis perlunya sebuah model pembelajaran
yang dapat meningkatkan aktivitas belajar sekaligus hasil belajarnya. Di antara
berbagai macam model pembelajaran, peneliti menduga bahwa model pembelajaran Jigsaw dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut.
Pelaksanaan
proses pembelajaran dengan model Jigsaw
ditunjang dengan penggunaan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa dimaksudkan
agar siswa dapat lebih terarah dalam beraktivitas dan mempercepat proses
pembelajaran. Selain itu, juga digunakan video pembelajaran pada siklus
II. Setelah tindakan dilakukan yaitu dengan
penerapan model Jigsaw dalam
pembelajaran IPS, diharapkan dapat terjadi peningkatan aktivitas maupun hasil
belajar siswa.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada semester 1 (satu) tahun pelajaran
2016/2017. Penelitian berlangsung selama kurang lebih empat bulan yaitu pada
Juli sampai dengan Oktober 2016. Subyek penelitian adalah kelas IX E sebagai
kelas tindakan yang dipilih berdasarkan pengamatan, wawancara, maupun studi
dokumen. Jumlah siswa 27 siswa. Kelas tersebut bukan merupakan kelas unggulan
jika dibandingkan dengan kelas lainnya. Meskipun demikian, perimbangan siswa di
kelas tersebut cukup berimbang, baik berdasarkan jenis kelamin, tingkat
kecerdasan yang hampir merata, maupun
ditinjau dari latar belakang keluarga yang beragam.
Sumber Data
Sumber
data diambil dari data pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Selain itu peneliti melakukan wawancara dengan kolaborator. Data hasil belajar
diambil dari studi dokumen dan hasil tes.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini meliputi pengamatan, wawancara, studi dokumen, dan
tes. Uraian singkatnya adalah sebagai berikut.
Untuk memperoleh data aktivitas belajar digunakan teknik observasi
atau pengamatan dengan alat pengumpulan data berupa lembar observasi. Pelaksanaan
observasi dibantu oleh rekan sejawat sebagai kolaborator yang melakukan
pengamatan selama proses pelaksanaan
pembelajaran berlangsung.
Setelah akhir pembelajaran, peneliti melakukan wawancara dan
diskusi dengan kolaborator berkaitan dengan pengamatan terhadap siswa maupun
terhadap guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data yang dikumpulkan
akan digunakan sebagai refleksi terhadap proses pembelajaran.
Data hasil belajar diambil dengan teknik tes tertulis yang berupa
hasil postes. Alat pengumpul data berupa butir soal yang mengacu pada
kompetensi dasar dan indikator
pembelajaran yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .
Validitas Data
Untuk mendapatkan data yang valid yang dapat diolah dan digunakan
sebagai dasar analisis, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik
triangulasi dilakukan dengan cara memeriksa atau mengecek silang informasi
hasil pengamatan atau observasi peneliti dan pengamat, hasil wawancara, dan
hasil studi dokumen pada setiap siklus.
Ada dua macam teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu: triangulasi data dan triangulasi pengamat. Triangulasi data
diperoleh dari penggunaan berbagai data yaitu data observasi, wawancara, studi
dokumen, dan hasil tes. Sedangkan triangulasi pengamat yaitu dengan melibatkan
rekan sejawat sebagai kolaborator yang bertugas melakukan observasi/pengamatan.
Triangulasi dalam pengumpulan data dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi,
ketuntasan dan kevalidan data, sehingga
diperoleh data yang konsisten, tuntas dan pasti.
Teknik Analisis Data
Setelah
data terkumpul, maka data dianalisis menggunakan dua teknik, yaitu:
1.
Teknik Kuantitatif
Teknik
kuantitatif digunakan untuk memperoleh data hasil pengamatan maupun data hasil
tes.
2.
Teknik Kualitatif
Adapun
prosedur analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Hopkins, 2011:
237) adalah sebagai berikut:
a) Reduksi data, merujuk pada proses menyeleksi, memfokuskan data mentah
yang muncul dalam catatan lapangan.
b) Tampilan data, menghimpun informasi secara terorganisir yang
memungkinkan untuk menarik kesimpulan dan melaksanakan tindakan. c) Penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Indikator Kinerja
Terdapat
dua indikator kinerja, yaitu:
1. Kriteria aktivitas belajar
Tindakan
akan dihentikan apabila rata-rata nilai aktivitas yang diperoleh sudah mencapai
kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu lebih dari 65.
2. Kriteria hasil belajar
Tindakan
akan dihentikan apabila:
a) Ketuntasan belajar individu
mencapai daya serap 80
b) Ketuntasan belajar kelas mencapai
80% siswa telah mencapai ketuntasan individu
c) Penelitian akan dihentikan
apabila ≥ 80% siswa dalam kelas tersebut telah mencapai nilai ≥ 80
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Deskripsi Kondisi Awal
Untuk mengetahui kondisi awal sebelum tindakan, perlu diadakan
pengamatan atau observasi terhadap kelas yang akan diberi tindakan. Observasi
terhadap kelas IX E dilakukan dengan mengamati secara langsung jalannya proses
pembelajaran. Materi yang disampaikan adalah sub tema “Potensi Sumber Daya
Manusia”. Pembelajaran dilaksanakan
menggunakan pendekatan saintifik, dengan sintaks terdiri atas lima langkah
yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Pengamatan berlangsungnya proses pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui
permasalahan yang terdapat pada kelas IX E sehingga perlu diberi tindakan.
Pelaksanaan tindakan
Tindakan dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I belum memenuhi semua
indikator kinerja yang ditetapkan sehingga dilanjutkan dalam siklus II. Tahapan tindakan terdiri atas perencanaan,
tindakan/pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan meliputi penyusunan RPP, lembar observasi aktivitas,
lembar penilaian keterampilan, lembar penilaian pengetahuan, lembar kerja siswa
(LKS), kisi-kisi soal dan butir soal tes.
Dalam
tahap tindakan/pelaksanaan, sintak
atau langkah-langkah tindakan mengacu kepada model pembelajaran yang digunakan
yaitu jigsaw. Ada lima sintak, yaitu:
1) membaca (dalam tim asal) 2) diskusi (dalam tim ahli), 3) laporan tim ahli
kepada tim asal, 4) kuis/tes 5) penghargaan.
Tahap
observasi yang dilakukan adalah
terhadap aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa ini sekaligus
merupakan pengambilan penilaian keterampilan siswa sebagai salah satu hasil
belajar. Selain itu juga diamati pengelolaan kelas oleh guru dalam melaksanakan
tindakan.
Tahap
refleksi dilakukan di akhir siklus.
Refleksi didasarkan kepada hasil observasi baik observasi aktivitas siswa
maupun observasi pelaksanaan model pembelajaran jigsaw. Selain itu juga ditinjau dari hasil belajar berupa post
test dari post test 1 maupun post test 2 kemudian dirata-rata. Sebagai
penunjang maka dilakukan wawancara atau diskusi yang dilakukan dengan guru
kolaborator untuk mendengar masukan maupun saran agar pembelajaran menjadi
lebih baik.
Pelaksanaan
tindakan siklus I pada pertemuan ke-1 kurang begitu lancar, namun pada
pertemuan ke-2 berjalan cukup lancar. Hasil observasi siklus I menunjukkan adanya
kekurangan dalam pengelolaan waktu perpindahan dari kelompok asal menjadi
kelompok ahli dan sebaliknya. Namun hal ini dapat diantisipasi pada pertemuan
ke-2. Pada siklus II pelaksanaan model jigsaw ini sudah lancar dan dapat
berlangsung lebih cepat. Dengan demikian suasana pembelajaran terasa lebih
ringan dan terfokus pada tujuan pembelajaran. Hasil observasi siklus II pada
pertemuan ke-1 maupun pertemuan ke-2 secara keseluruhan urutan kegiatan sudah
dilaksanakan dengan lancar. Masih terdapat sedikit kekurangan dalam pengelolaan
waktu namun tidak begitu mengganggu.
Hasil
refleksi siklus I berdasarkan hasil observasi baik observasi aktivitas siswa
maupun observasi pelaksanaan model pembelajaran jigsaw menunjukkan masih perlunya peningkatan. Selain itu juga
ditinjau dari hasil belajar berupa post test dari post test 1 maupun post test
2 kemudian dirata-rata belum memenuhi indikator kinerja. Setelah wawancara atau
diskusi dengan kolaborator maka dapat diambil kesimpulan bahwa siklus perlu
dilanjutkan. Pada siklus II hasil pengamatan terhadap aktivitas dan hasil
belajar baik pengetahuan maupun keterampilan sudah dapat memenuhi indikator
kinerja, maka siklus berhenti pada siklus II.
Refleksi
yang ditemukan antara lain: 1) pengelolaan waktu agar efektif ketika
perpindahan kelompok; 2) Siswa harus bisa saling membantu dengan teman dalam
memahami materi; 3) pada saat sintak diskusi tim ahli hendaknya guru dapat
berperan dalam memberikan konfirmasi kepada siswa 4) pada saat laporan tim
dapat dilaksanakan secara bergiliran
tiap kelompok sehingga kelas dapat langsung mendapat konfirmasi; 5) terdapat
peningkatan aktivitas; 6) terdapat peningkatan hasil belajar; 7) penggunaan
media LKS pada siklus I dan ditambah
video pembelajaran pada siklus II berpengaruh positif terhadap hasil belajar.
Data penelitian dan pembahasan
a.
Aktivitas belajar
Tabel
1
Perbandingan Nilai Aktivitas Belajar
No |
Uraian |
Pra Siklus |
Siklus I |
Siklus II |
1 |
Rata-rata nilai aktivitas |
63,89 |
69,81 |
81,11 |
2 |
Jumlah siswa kategori >=
Tinggi |
11 |
14 |
25 |
3 |
Persentase kategori >=
Tinggi |
40,74% |
51,85% |
92,59% |
Berdasarkan
Tabel 1, terdapat peningkatan rata-rata nilai aktivitas belajar siswa dari pra
siklus ke siklus I yaitu dari 63,89 naik menjadi 69,81 atau naik sebesar
21,43%. Peningkatan rata-rata aktivitas belajar dari siklus I ke siklus II
menjadi 81,11 atau naik sebesar 78,57%.
Jumlah siswa yang nilai aktivitas belajarnya dengan kategori tinggi dan
sangat tinggi juga mengalami peningkatan dari
11, menjadi 14, dan menjadi 25
siswa. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan juga dari pra siklus
40,74%, meningkat menjadi 51,85% pada siklus I, dan menjadi 92,59% pada siklus
II.
Berdasarkan
hasil yang sudah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar pada
siklus I adalah 69,81 yang berarti sudah
mencapai indikator kinerja yang diharapkan yaitu rata-rata aktivitas belajar
siswa mencapai kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu >= 65. Pada siklus
II rata-rata hasil belajar siswa semakin meningkat menjadi 81,11 yang berarti
juga telah memenuhi indikator kinerja. Dengan demikian, tindakan dapat
dihentikan pada siklus II ini.
Data
tersebut menunjukkan bahwa penerapan model jigsaw
dapat ditujukan untuk memungkinkan terjadinya peningkatan terhadap
aktivitas belajar siswa. Hal ini juga terlihat pada proses pembelajaran bahwa
setiap siswa dituntut aktif karena aktivitas setiap anggota kelompok
berpengaruh kepada anggota lainnya.
b.
Hasil belajar
1.
Hasil belajar pengetahuan
Berdasarkan
Tabel 2, terdapat peningkatan rata-rata
nilai ulangan harian dari pra siklus ke siklus I yaitu dari 77,22 naik menjadi
80,92 atau naik sebesar 4,79% dan dari siklus I ke siklus II menjadi 84,81 atau
naik sebesar 4,80%. Jumlah siswa yang
nilai hasil belajarnya mencapai ketuntasan belajar (80) juga mengalami
peningkatan dari 16 pada pra siklus,
menjadi 19 pada siklus I, dan menjadi 23
siswa pada siklus II. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan juga dari
pra siklus 59,26%, meningkat menjadi 70,37% pada siklus I, dan meningkat
menjadi 81,48% pada siklus II.
Tabel
2
Perbandingan
Hasil Belajar Pengetahuan
No |
Uraian |
Pra
Siklus |
Siklus
I |
Siklus II |
1 |
Rata-rata
nilai ulangan harian |
77,22 |
80,92 |
84,81 |
2 |
Jumlah
siswa tuntas belajar |
16 |
19 |
23 |
3 |
Persentase
tuntas klasikal |
59,26 |
70,73% |
85,18% |
Berdasarkan
hasil yang sudah diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada siklus I
hasil belajar siswa belum dapat memenuhi indikator kinerja yang diharapkan
yaitu 85% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dan pada siklus II sudah mencapai
85,18% siswa yang mencapai ketuntasan belajar sehingga dapat dinyatakan bahwa
siklus dapat dihentikan karena sudah mencapai indikator kinerja.
2.
Hasil belajar keterampilan
Berdasarkan
Tabel 3, terdapat peningkatan rata-rata
nilai keterampilan dari pra siklus ke siklus I yaitu dari 63,89 naik menjadi
69,81 atau naik sebesar 9,27% dan naik dari siklus I ke siklus II menjadi 81,11
atau naik sebesar 16,19%. Jumlah siswa
yang nilai hasil belajar pengetahuannya mencapai ketuntasan belajar (80) juga
mengalami peningkatan dari 6 pada pra
siklus, menjadi 12 pada siklus I, dan menjadi
23 siswa pada siklus II. Dilihat dari persentasenya terlihat peningkatan
juga dari pra siklus 22,22%, meningkat menjadi 44,44% pada siklus I, dan
meningkat menjadi 85,19% pada siklus II.
Tabel
3
Perbandingan Hasil Belajar Keterampilan
No |
Uraian |
Pra Siklus |
Siklus I |
Siklus II |
1 |
Rata-rata nilai
keterampilan |
63,89 |
69,81 |
81,11 |
2 |
Jumlah siswa tuntas
belajar |
6 |
12 |
23 |
3 |
Persentase tuntas
klasikal |
22,22 |
44,44 |
85,19 |
Berdasarkan
data hasil penelitian tersebut kita dapat menemukan bahwa terjadi peningkatan
secara bertahap pada hasil belajar keterampilan siswa kelas IXE materi “Potensi
sumber daya alam Indonesia” dengan penerapan model jigsaw. Peningkatan terjadi dapat dimungkinkan karena model ini
tepat untuk materi tersebut dan sesuai untuk digunakan dalam penilaian
keterampilan. Lebih jauh lagi, peneliti menduga bahwa penguasaan guru dalam
menerapkan model jigsaw ini akan
lebih kuat dalam meningkatkan hasil belajar siswa baik dari kompetensi
pengetahuan maupun kompetensi keterampilan.
PENUTUP
Simpulan:
1)
Penerapan
model Jigsaw dalam pembelajaran IPS
dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa dari rata-rata 63,89 menjadi 69,81 dan 81,11.
2)
Penerapan model Jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
a) hasil belajar pengetahuan siswa
dari ketuntasan
klasikal 59,26% menjadi 70,37% dan meningkat lagi menjadi 85,19%
b) hasil belajar keterampilan
siswa dari
ketuntasan klasikal 22,22% menjadi 44,44% dan meningkat lagi menjadi 85,19%
Saran :
1)
Siswa
hendaknya lebih memperhatikan bagaimana saling membantu teman sekelompoknya
untuk menguasai materi sehingga terbentuk pula kerjasama
2)
Diskusi
tim ahli adalah sintak yang
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of education objectives:The
classification of education goals. London: Longman Group LTD.
Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori-teori belajar & pembelajaran.
Jakarta: Erlangga.
Gagne, R.M (2005). Principles of instructional design.
second edition, New York: Hott, Rinenart and Winston
Hopkins, David. (2011). Panduan guru penelitian tindakan kelas edisi
ke-4. (Terjemahan Achmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Buku asli
diterbitkan tahun 2008).
Huda, Miftahul. (2012). Cooperative learning: metode, teknik,
struktur dan model penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemendikbud, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses.
Kemmis, Stephen & McTaggrat,
Robin. (1990). The action research
planner. Victoria: Deakin University Press.
NCSS. (TT). National Curriculum
Standards for Social Studies: Introduction. Diambil pada tanggal 28
November 2012 dari http://www.socialstudies.org/standards/
introduction.
Sadiman, Arief S. et al. (2011). Media pembelajaran: Pengertian,
pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. (2012). Strategi pembelajaran berorientasi standar
proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada MediaCipta.
Sapriya. (2011). Pendidikan IPS konsep dan pembelajaran.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sardiman, AM. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar.
Jakarta: Grafindo Persada.
Slavin, Robert E. (2011). Cooperative
Learning: Teori, riset dan praktik. (Terjemahan Nurulita Yusron).
Bandung: Nusa Media. (Buku asli diterbitkan tahun 2005).
Somantri, Nu’man. (2001). Menggagas pembelajaran pendidikan IPS.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. (2009). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Suprijono, Agus (2009). Cooperative learning: Teori dan aplikasi
paikem. Yogyakarta:Pustaka pelajar.
Created At : 2017-12-29 00:00:00 Oleh : Nurhesti Berita Terkini Dibaca : 1064