PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan manusia dapat diukur berdasarkan Physical Quality of Life Indek (PQLI) atau yang lebih di kenal
dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM). IPM disusun oleh tiga
indikator yaitu: kesehatan, pendidikan
dan standar hidup layak.
IPM Kabupaten Magelang
pada tahun 2014 mencapai 66,35. Menurut klasifikasi yang ditetapkan Badan Pusat
statistik (BPS) capaian IPM dengan nilai 60 ≤ IPM < 70 termasuk kategori
“sedang”, Capaian nilai IPM 70 ≤ IPM < 80 termasuk kategori pembangunan
manusianya “tinggi” dan capaian IPM < 60 termasuk kategori “rendah”. Dengan
angka IPM 66,35 berarti pembangunan manusian di Kabupaten Magelang termasuk
kategori sedang. Namun apabila nilai indeksnya diperbandingkan dengan Kabupaten/Kota
tetangga di wilayah eks Karesidenan Kedu, IPM Kabupaten Magelang menduduki
posisi ke-5 dari 6 Kabupaten Kota. Sedangkan pada tingkat Provinsi Jawa tengah,
Kabupaten Magelang berada pada posisi ke-25 dari 35 Kabupaten/Kota. Fakta di
atas menjadi warning bagi Kabupaten
Magelang untuk meningkatkan nilai IPM.
Sebagai salah satu
indikator pembentuk IPM, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
keberhasilan pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai indikator pendidikan,
maka semakin tinggi pula sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang
berkualitas merupakan modal yang sangat berarti bagi pembangunan, baik
pembangunan manusianya sendiri maupun pembangunan secara keseluruhan. Sumber
Daya manusia yang berkualitas dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu
Pemerintah selalu
berupaya untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu, pada semua jalur, jenjang
dan jenis pendidikan. Upaya yang telah
dilakukan antara lain adalah, peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, bantuan biaya operasional sekolah, peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan, dan menetapkan berbagai kebijakan yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam pengelolaan dan mengukur mutu penyelenggaraan pendidikan.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam mengelola pendidikan adalah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 4 dalam PP tersebut menyatakan
bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk menjamin mutu
pelayanan pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan
meliputi standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, penilaian dan
pembiayaan. Bila setiap satuan pendidikan telah dapat mencapai atau
melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka mutu satuan pendidikan
tersebut dapat dinyatakan tinggi.
Selanjutnya untuk mengukur kinerja institusi
pendidikan, maka pemerintah telah membentuk Badan Akreditasi Nasional
Sekolah-Madrasah (BAN SM). BAN SM merupakan lembaga independen yang berfungsi
untuk menilai kinerja sekolah. Nilai kinerja sekolah diwujudkan dalam nilai
akreditasi sekolah. Nilai akreditasi sekolah yang diberikan tergantung pada
kinerja sekolah, yaitu seberapa jauh kinerja sekolah telah memenuhi butir-butir
instrumen akreditasi. Sekolah yang kinerjanya sangat tinggi diberi peringkat Akreditasi A, Kinerja Tinggi diberi peringkat B, dan Kinerja Cukup diberi peringkat C, dan Kinerja Rendah dinyatakan tidak
terakreditasi.
Berdasarkan hasil
penelitian Jaringan Penelitian Kebijakan Pendidikan Kabupaten Magelang
bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan dan
Kabudayaan tahun 2015 tentang kajian Standar Nasional Pendidikan di Kabupaten
Magelang, diperoleh data hasil akreditasi Sekolah Dasar (SD), sebanyak 150 SD
(24,9%) mendapat peringkat A (sangat tinggi), 441 SD (73,1%) mendapat peringkat
B (tinggi), 4 SD (0,7%) mendapat peringkat C (Cukup) dan 8 SD (1,3) tidak
diakreditasi (rendah). Apabila mengacu target Badan Akreditasi Nasional
(BAN-SM) bahwa pada tahun 2015 minimal 40% sekolah disemua jenjang peringkat
akreditasinya A, berarti capaian hasil akreditasi SD di Kabupaten Magelang
masih jauh dari target.
Hasil akreditasi SD di Kabupaten Magelang dilihat dari rata-rata nilai
komponen 8 (delapan) SNP adalah (diurutkan dari yang
paling rendah) Standar Kompetensi Lulusan (K3) sebesar 77, berada
pada kategori baik, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (K4)
sebesar 78, masuk kategori baik. Standar Sarana Prasarana (K5) diperoleh nilai
81, pada kategori baik, Standar Isi (K1) sebesar 82 dan Standar Proses (K2)
diperoleh nilai 82, berada pada kategori baik. Dari komponen Standar Penilaian
(K8) diperoleh nilai sebesar 83, berada pada kategori baik. Komponen Standar
Pengelolaan (K6) diperoleh nilai 84, pada kategori baik. dan nilai Standar
Pembiayaan (K7) sebesar 88, berada pada kategori baik. Berarti
bahwa rata-rata nilai komponen 8 (delapan) SNP jenjang SD di Kabupaten Magelang
adalah baik.
Mengacu pada hasil
penelitian, masih banyak Sekolah Dasar di Kabupaten Magelang yang perlu
ditingkatkan mutunya, karena masih ada SD yang peringkat akreditasinya C dan
belum terakreditasi serta SD yang hasil akreditasinya berperingkat A baru
mencapai 24,5%. Berkenaan dengan hal
tersebut, maka akan dilakukan
kajian yang lebih mendalam tentang
ketercapaian SNP khususnya ketercapaian pada standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana serta standar kompetensi lulusan jenjang sekolah dasar.
Kerangka Teori
A.
Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan mendefinisikan Standar Nasional Pendidikan sebagai
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu.
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam Peraturan Pemerintah 32 tahun 2013
disebutkan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a)
Standar isi; (b) Standar proses; (c) Standar kompetensi lulusan; (d)
Standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) Standar sarana dan prasarana; (f)
Standar pengelolaan; (g) Standar pembiayaan; dan (h) Standar penilaian
pendidikan.
B.
Mutu Pendidikan
Kata mutu sering disamaartikan dengan kata kualitas.
Goetsch and Davis (2006) mendefinisikan kualitas sebagai berikut :”Quality is dynamic state associate with
product, service, people, process, and environments that metts or excedds
expectations”. Kualitas merupakan pernyataan yang dinamis yang terkait
dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang dapat memenuhi atau
melebihi yang diharapkan. Keadaan dinamik disini merujuk pada fakta bahwa apa
yang dianggap bermutu dapat berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan
perubahan jaman. Dari definisi di atas bisa disimpulkan bahwa unsur dari mutu
atau kualitas tidak hanya barang dan jasa namun juga orang dan proses yang
terlibat dalam penyediaan barang dan jasa tersebut serta lingkungan dimana
barang dan jasa itu disediakan.
Menurut Philip B. Crosby, mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan
apa yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement).Secara
sederhana sebuah produk atau jasa dikatakan berkualitas apabila produk tersebut
sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan yang meliputi bahan baku
(input), proses produksi (proses), dan produk jadi (output). Dari definisi ini,
mutu itu diartikan sebagai kesesuaian dengan standar yang ada.
Paradigma mutu dalam konteks pendidikan
menurut Depdiknas (2001) mencakup input, proses, dan output. Lebih jauh
dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa
sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
keberlangsungan proses.
Kesiapan input sangat diperlukan agar
proses dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin
tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses
berubahnya sesuatu mrnjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses
disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik.
Menurut Cohn (1999) output pendidikan
dapat membentuk: 1). Basic skills
(kemampuan dasar). Keberhasilan siswa dalam mencapai kemampuan berhitung dan
membaca ; 2). Vocational skills
(kemampuan kejuruan). Dapat digunakan untuk bekal hidup di masyarakat (life Skills); 3). Creativity (kreativitas), merupakan ukuran untuk menilai keberhasilan
sekolah, dengan bertambahnya kreativitas anak (manfaat investatif); dan 4). Attitude (sikap). Salah satu fungsi
sekolah adalah membentuk sikap yang “baik”. Sikap ini meliputi untuk sendiri,
teman, keluarga, komunitas tertentu, masyarakat sekolah dan dunia dimana kita
hidup.
Bertitik tolak dari beberapa pengertian
tersebut, maka dalam konteks pendidikan, suatu pendidikan dianggap bermutu
apabila mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang terlibat dalam pendidikan,
terutama peserta didik, sehingga terpuaskan. Bila dikaitkan dengan mutu
pendidikan, maka mutu pendidikan adalah suatu kondisi dinamis yang meliputi
orang, proses, produk, pelayanan, dan aspek organisasi lain yang memenuhi
standar yang ditetapkan serta dapat memenuhi harapan konsumen. Dalam hal ini
standart yang dimaksud adalah Standar Nasional Pendidikan dan konsumen yang
dimaksud adalah siswa dan orang tua siswa.
C.
Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap
kelayakan dan kinerja satuan dan/atau program pendidikan, yang dilakukan
sebagai bentuk akuntabilitas publik. Di dalam proses akreditasi, sebuah sekolah
dievaluasi dalam kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada
keseluruhan kondisi sekolah sebagai sebuah institusi belajar. Akreditasi
merupakan alat regulasi (self-regulated) agar sekolah mengenal kekuatan
dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan
kekuatan dan memperbaiki kelemahannya (Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2007: 3)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tanggal
14 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah, sekolah yang akan diakreditasi harus
memiliki persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki surat keputusan kelembagaan
unit pelaksana teknis (UPT) sekolah
2) Memiliki siswa pada semua tingkatan
kelas
3) Memiliki sarana dan prasarana
pendidikan
4) Memiliki tenaga kependidikan
5) Melaksanakan kurikulum nasional
6) Telah menamatkan peserta didik
Sedangkan
komponen-komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah:
1) Kurikulum dan Proses Pembelajaran
2) Administrasi dan Manajemen Sekolah
3) Organisasi dan Kelembagaan Sekolah
4) Sarana dan Prasarana
5) Ketenagaan
6) Pembiayaan
7) Peserta didik
8) Peran serta masyarakat
9) Lingkungan dan Budaya Sekolah
D. Evaluasi
Diri Sekolah (EDS)
Evaluasi
diri
sekolah adalah
proses yang mengikutsertakan
semua pemangku kepentingan yang memungkinkan
sekolah menilai mutu
penyelenggaraan pendidikan dibandingkan dengan indikator-indikator kunci yang mengacu pada 8 Standar Pendidikan Nasional (SNP), sehingga dengan demikian kekuatan dan kemajuan
yang dicapai dapat diketahui, sementara aspek-aspek yang memerlukan peningkatan
dapat diidentifikasi. yang
memungkinkan sekolah
menilai
mutu penyelenggaraan pendidikan dibandingkan dengan indikator-indikator kunci yang mengacu pada 8 Standar Pendidikan Nasional (SNP), sehinggadengan
Created At : 2017-12-29 00:00:00 Oleh : ASWANDI, S.Si, MT Berita Terkini Dibaca : 486