Pada hari ketiga rakor penajaman indikator kinerja RPJMD 2019-2024, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di hadapan Bupati dan Wakil Bupati memaparkan sejauhmana program dan kegiatan di dalam Renstranya berkontribusi pada pencapaian visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati, sebagaimana telah dijabarkan dalam perda RPJMD.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan diposisikan memberi kontribusi pada pencapaian indikator sasaran daerah: Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM pada kondisi eksisting 2018 sebesar 69,11. Pembangunan manusia diukur menggunakan pendekatan tiga dimensi dasar manusia, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living). Lebih khusus lagi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertanggungjawab pada pencapaian dimensi pengetahuan. Dimensi pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS).
Secara metode, penajaman indikator dibimbing (clue) melalui tiga pertanyaan kunci perencanaan, yaitu mau kemana (visi)?, dengan cara apa (misi)?, dan sampai dimana?. Kunci ketiga, menyangkut kondisi eksisting tahun 2018. Surprise, ketika Bupati atau Wakil Bupati menemukan fakta bahwa kondisi eksisting 2018 telah lebih baik dari pada target pada tahun 2019-2024. Jika demikian, Perangkat Daerah beserta Bappeda dan Litbangda, harus siap diraut agar indikatornya tajam.
Secara proses, penyusunan renstra Perangkat Daerah telah melalui pendampingan (desk) dengan Bappeda dan Litbangda agar sesuai dengan RPJMD 2019-2024 yang sebelumnya telah dibahas oleh panitia khusus DPRD, serta diverifikasi oleh Bappeda Prov. Jateng. Soal desk dengan Bappeda dan Litbangda ini selalu selalu ditekankan oleh Bupati mupun Wakil Bupati. Penekanan ini dapat dimaknai bahwa jika indikator perangkat daerah kurang tajam, maka Bappeda dan Litbangda turut bertanggung jawab pada ketumpulannya.
Secara penyajian, target indikator dan data numerik relative (atau nisbi),
misalnya: persen, permil, atau indeks harus disajikan angka absolutnya,
dan faktor
pembentuknya atau pembilang (numerator)
dan penyebutnya (denominator).
Terkait penyajian, surprise ketika dilakukan penajaman terhadap indikator RLS. Secara definisi, RLS adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk, usia 25 tahun keatas, dalam menjalani pendidikan formal. Data eksisting RLS Kab. Magelang tahun 2018 sebesar 7,57 tahun. Artinya, penduduk, usia 25 tahun keatas, telah menjalani pendidikan formal selama 7,57 tahun, atau kelas 8 kurang setengah tahun, atau setara dengan putus sekolah SMP kelas 2.
Pertanyaan Pak Bupati: “Pada saat ini, ketika RLS sebesar 7,57 tahun, berapa besar n dan Lama sekolah penduduk -i ?”. Pemahaman terhadap komponen pembentuk indikator akan memudahkan dalam membuat rencana intervensinya.
Nilai lama sekolah, diperoleh dari perkalian jumlah penduduk pada
usia tertentu dengan tingkat pendidikan yang dicapai. Sebelumnya, jenjang
pendidikan dikonversikan kedalam satuan ‘tahun’. Konversi Lama Sekolah adalah berdasarkan Ijazah
Terakhir. Dengan demikian, untuk mendongkrak RLS, membuat warga masyarakat
sebanyak-banyaknya mengikuti pendidikan setingi-tingginya.
Dalam urusan pendidikan, salah satu masalah yang
dihadapi adalah kekurangan guru. Saat ini di sekolah
negeri, baik SD maupun SMP, banyak menghadapi kekurangan guru PNS. Gambaran
ekstrimnya, di suatu SDN yang hanya ada satu PNS, sehingga harus rangkap
jabatan sebagai guru, sebagai Kepala Sekolah dan sebagai bendahara BOS (Biaya Operasional Sekolah). Namun hal ini tidak diikuti dengan penjelasan mengenai alternatif solusi yang dapat dilakukan.
Secara metode, masalah kekurangan guru harus diurai kedalam masalah pokok, masalah dan akar masalah. Dengan demikian, sebagai solusinya, ditetapkan program dan kegiatan. Nah, adakah program dan kegiatan terkait rekruitmen, penerimaan guru baru?
Tidak mempermudah siswa dikeluarkan dari sekolah, menjadi salah satu kiat untuk mencapai target indikator kinerja, utamanya rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Jika ada siswa yang belum pintar, menjadi kewajiban guru untuk membina. Jika sekolah hanya mendidik siswa pintarnya yang telah terseleksi, itu bukan prestasi. Jika mampu mengubah siswa yang belum pintar ketika masuk sekolah, menjadi pintar ketika keluar sekolah itulah namanya guru berprestasi. (Kontributor: Budiono *Perencana Madya Bappeda dan Litbangda)
Created At : 2019-08-20 00:00:00 Oleh : Dhanik Konten khusus Dibaca : 537